Selamat Menyambut Tahun Kegelapan: Rahuru Sonik Tanah Koloni

Selamat Menyambut Tahun Kegelapan: Rahuru Sonik Tanah Koloni

Pasca melewati seperempat babak sejak harapan dan doa-doa pertama yang kita panjatkan di penghujung tahun, mari menepi sejenak dan membayangkan beberapa kemungkinan terburuk yang mungkin saja terjadi: pandemi yang setahun terakhir mampir, tak akan pernah benar-benar usai; orang-orang licik di puncak kekuasaaan tetap memanfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan demi hasrat pribadi mereka menumpuk kekayaan. Ketertindasaan dan kesialan adalah episode yang mesti kita akrabi di hari-hari ke depan. Yang lebih parah; meski ribuan upaya dilakukan, virus yang selama ini kita perangi tak akan pernah benar-benar mangkat, hingga kepunahan umat manusia yang mungkin saja dipercepat kedatangannya.

Kita selalu percaya tahun baru membawa harapan-harapan yang baru pula, sebelum kita menyadari betapa kosongnya kepercayaan kita itu. Di hari-hari selanjutnya, kita hanya menemui pengulangan-pengulangan yang sama dari tahun-tahun sebelumnya. Kita tak beranjak ke mana-mana.

Dan jika kita  sepenuhnya sepakat dengan kalimat sakti: “every moment need a soundtrack”, satu rilisan dari label rekaman Grimloc yang muncul di awal tahun lalu patut dipertimbangkan. Tak ada salahnya jika album ini masuk dalam daftar putar menyambut momen-momen gelap di hari-hari ke depan.

Mengawali tahun kegelapan baru, pada minggu pertama pergantian tahun, satu rilisan penting muncul dari gerombolan “gutter punk”, “dirty hippies”, “drunk punks” atau apapun istilah yang pernah orang-orang pakai untuk menggambarkan citra para “crusties” beraroma tengik dengan semua kekacauan plus kesembronoannya. Gerombolan yang menamai diri mereka Domesticrust.

Rahuru Sonik Tanah Koloni, jadi judul yang mereka pilih untuk menamai album mereka sekaligus jadi representasi dari kebisingan dan kehitaman yang mereka usung. Pemilihan judul album yang rasanya tak berlebihan, karena dari departemen tata suara, album ini menyuguhkan dentuman sonik soal huru-hara dunia. Merangkai semua elemen kebisingan yang kemudian menghasilkan irama ritmik dengan output sound yang prima dan tepat guna. Soundtrack menyambut huru-hara keruntuhan dunia. Satu hal yang perlu dicatat, mereka tidak sedang membual dengan omong kosong berupa optimisme-optimisme semu menyongsong masa depan. Gelap dan total nihilistik.

Muncul ke permukaan dari gorong-gorong kumuh di habitat para crusties tumbuh, lalu berkhotbah soal kegelapan zaman dan pesimisme akut soal masa depan dunia. Mengadopsi ide-ide Crass dan para pioner crust awal semisal Amebix, Hellbastard maupun Discharge, yang dimainkan di atas sound D-beat/Crust bagian paling selatan Benua Biru seperti Skitsystem, Martyrdod, juga Anti-Cimex.

Album ini sejatinya adalah antologi dari semua materi yang pernah mereka rilis berupa single, EP,  juga split album yang sebagian besarnya dirilis via kanal digital Bandcamp. D-beat Nightmare dengan gempuran sonik berisi 17 lagu soal penggambaran situasi dunia yang kacau balau menuju kepunahan. Perang, diskriminasi, krisis ekonomi dan total kontrol negara jadi tema sentral yang dibahas dalam album ini. Tema yang sangat akrab ditemui pada rilisan-rilisan band D beat/Crust kebanyakan. Juga beberapa tema soal kultur punk yang semakin kompromis jadi corong promosi korporat dan aparat pada “Selebritis Kelas Nikotin & Otoritarian Punk. Fasisme berkedok agama pada lagu Distorsi Sesat, juga satu lagu cover berjudul: When The Innoncent Die milik band D-beat Swedia, Anti-Cimex sebagai penutup album. Sebuah penghormatan bagi pendahulu.

Dirilis dalam format cakram padat, yang pada pengemasannya nyaris tak menyertakan terlalu banyak teks dalam sampul. Tak ada satu pun lirik, informasi personil ataupun penjelasan tentang lagu-lagu yang ditulis di sampul album. Itu artinya, sembilan puluh persen sampul hanya berisi artwork visual dan beberapa informasi mengenai rekaman, tata suara dan judul lagu.

Namun, siapa perlu lirik dan eksplanasi ketika penggambaran visual saja sudah cukup mewakili isi album. Visual dengan teknik kolase berupa penggabungan beberapa simbol, dengan penggayaan yang sangat lekat terpengaruh karya-karya Gee Vaucher, seorang seniman kolase di balik citra visual grup band Crass. Sebuah langkah yang layak diapresiasi.

Di paragraf terakhir, sambil bersiap menyambut kehancuran-kehancuran, mari putar album ini dalam volume maksimal. Tak ada apa-apa di depan sana, masa depan tak seharusnya kita sambut dengan sikap optimistik yang berlebihan. Selamat merayakan tahun kegelapan baru.

Another Reality, Another Fears

We Waiting, We Die..