Kanina dalam Empat Babak

Kanina dalam Empat Babak

Oleh: Hilmy Fadiansyah

Persimpangan selalu menjadi jalan dimana separuh waktu kita dilahap oleh kegelisahan; terpaut dengan pilihan, mana yang harus dilalui dan ditinggal. Ratapan, ingatan, harapan dan kemungkinan-kemungkinan lain yang tak dapat dijangkau oleh apa yang kita miliki. Yang perlu diingat bahwa segala sesuatu tak pernah benar-benar tergenggam, bahkan terikat sekalipun. Dan melewati persimpangan tersebut adalah jawaban, meski tanpa kepastian.

Dimulai dari sebuah ode, sepuluh alunan tersusun dalam rangkaian baris oleh seorang pelantun, yakni Kanina. Tak seperti para moralis pada umumnya, yang selalu berharap sebuah fenomena dapat memberi angin segar untuk peradaban. Kanina, dalam debut album penuhnya yang berjudul Ode to All Odds menggiring kita untuk tak perlu repot-repot merenungi segala sesuatu menjadi konkret, hal-hal yang bersinggungan dengan sebuah pilihan bersikap, apapun itu.

Saya tak pernah benar-benar ahli dalam menulis perihal teknis musik, bagi saya, model musik seperti dalam album ini  mengingatkan pada Destino yang dinyanyikan oleh Lana. Rancangan musik yang luar biasa bagus, Kanina tak berhenti dalam satu genre, ia menyulap setiap lagu-lagunya dengan intsrumen yang beragam. Bagi saya, tak banyak-untuk musik di ranah lokal-yang memiliki bumbu musikalitas seperti Ode to All Ods. Maka dari itu, tak berlebihan jika pada tahun 2021 album ini menjadi salah satu album paling berbahaya yang pernah dirilis.

Bahasan mengenai Kanina dan albumnya adalah paket lengkap, dari sisi musik, lirik, wacana dan berbagai hal lainnya yang dapat diinterupsi. Dari sekian bahasan yang dapat dibedah, ada empat nilai yang akan digambarkan sebagai bentuk interupsi untuk album ini. Dibagi babak per babak: harapan; hilang; hasrat; dan hidup.

  • Harapan

Sebagai seorang emergent singer, mungkin tak mudah bagi Kanina untuk merilis debut album pertamanya. Segala macam proses kreatif yang dijalankan bersama rekan-rekannya, tanpa harus dijelaskan, sudah terbukti jaminan kelas tinggi untuk hasil akhir.

Ode to All Odds, menjadi nama dari judul album yang dipilih. Menyisipkan ode, merayakan sesuatu. “Ode” umumnya identik dengan ucapan kepastian; ode untuk kemenangan, yang telah meninggalkan, atau selintas pesan. Namun yang memincut adalah ia tak sepenuhnya menasbihkan ode menjadi “perayaan” yang pasti. Disini kata tersebut dilanjutkan dengan kemungkinan-kemungkinan yang samar, tanpa menyiratkan pada sesuatu yang tegas. Ia mendobrak segala sesuatu yang banal, memecah kepastian menjadi kepingan yang dipertanyakan.

Sepatutnya orang-orang yang mempercayai takdir, benar dan salah, hitam dan putih menjadi dua tikungan yang tak memberi jalan lain, Kanina menawarkan beberapa “jalan”  bagi pendengarnya untuk memilih ketampakan lainnya, seperti gesekan cello yang diciptakan oleh Bach, ratusan, bahkan ribuan aransemen baru telah lahir.

All Odds adalah harapan untuk segala kemungkinan yang aka terjadi, sekecil apapun itu. There’s a hole in needs to feel whole, salah satu penggalan lirik dalam lagu berjudul “Heist Costs Money”. Untuk mencapai sesuatu menjadi utuh, kita mungkin akan menemukan ‘kekosongan’ untuk mencapainya. Ya, memang segala harapan tak pasti sesuai keinginan, namun sekali lagi, ketidak sempurnaan adalah kesempurnaan itu sendiri. Sebagaimana tawaran yang diajukan tak hanya dua pilihan mutlak.

  • Hilang

Ketika kita dihadapkan dengan kesengsaraan, rasa kecewa, dipaksa untuk menelan nasib pahit yang dibentuk oleh keadaan, apa yang sudah dilakukan terasa menjadi sia-sia. Keengganan untuk melanjutkan ambisi karena tatanan sudah tak mendukung, pada akhirnya akan merubah persepsi dan keyakinan menjadi pertanyaan: untuk apa hal yang diperjuangkan selama ini tetap dipaksakan jika tak menjadi apa-apa?

Cause no one can see the pattern, menjadi jembatan dari atribut pertama tentang harapan. Pembacaan terhadap Kanina dalam albumnya, ia seperti ingin memastikan apa yang sudat terlupa, melarutkan harapan yang tak akan tercapai. Dan dari hal ini, rasa kecewa pun sebetulnya tak sepenuhnya buruk, dari sini penentuan jalan apa yang akan ditempuh selanjutnya.

‘Hilang’ disini menjadi titik awal perjalanan ke gerbang selanjutnya, dengan atau tanpa tujuan, tak ada yang dapat menyalahkan. Karena sekali lagi, tak ada yang dapat melihat model ideal yang diinginkan. Sederhananya, jika kehancuran memang akan terjadi, maka terimalah bahwa kehancuran tersebut adalah bagian dari seluruh instrumen yang kita miliki. Tak perlu menjadi seorang moralis untuk menanamkan konsep-konsep positif bahwa hidup akan berangsur baik. Jika memang tidak, ya lantas mengapa?

  • Hasrat

Tak dapat dipungkiri, jika pada dasarnya manusia adalah pusat kerakusan, selalu ingin terlibat dalam setiap keputusan, memaksa ikut campur dengan segala hal-walau tanpa kepastian. Kehendak untuk mengambil alih semua peran diwakili dengan keinginan penuh atas rasa kepemilikan, sekecil-kecilnya untuk mengontrol diri sendiri. Tentang ingatan, kendali dan tujuan adalah ritual manusia untuk menerjang kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi.

Atribut ketiga, tentang hasrat, disinggung dalam Katrina, mungkin tepat atau tidak, namun menarik karena ada pertanyaan sekaligus pernyataan “apakah kamu masih berpikir bahwa kamu mengetahui segalanya?” Satu bait tersebut menelanjangi apa yang ditulis pada paragraf sebelumnya. Disini Kanina, dalam albumnya mempertanyakan kembali tentang bagaimana harapan dan ambisi seseorang dapat dipatahkan, dan keserakahan manusia dalam campur tangan dengan kepentingan yang lain; tentang cinta, impian, rencana dan lain sebagainya.

  • Hidup

Alinea terakhir, tentang eksistensi manusia: hidup. Babak ini akan menjadi cakupan interpretasi album Ode to All Odds, bagaimana semua yang kita jalani bisa jadi tak berarti apapun, dengan segala syarat yang prasyarat yang ada. Kembali pada harapan, hilang dan hasrat, semua berawal dari seperti apa kita mengartikan hidup, kendali penuh atas diri sendiri, dengan batas yang mematikan. Jika hidup ini parodi, anarki, implementasi bebas atas nilai, mungkin jawaban atas kemungkinan-kemungkinan yang telah dibahas sebelumnya akan menemukan jalan yang pasti, jalan keterlepasan dari belenggu.

Namun, bukan berarti konsep ‘kebebasan’ itu meniadakan batasan, mendobrak apa yang selama ini sudah menjadi aturan tak tertulis. Kita boleh berharap, bahkan bergerak sesuai dengan keyakinan yang diamini, tetapi jika tanpa ‘wadah’, semua berlarian tak terkendali. Seperti karakter era yang dipahami di awal abad ke-21, ketika semua hal melepaskan diri dari ‘pelabelan’. Jargon “Everything is art” pun tak bisa mentah-mentah ditelan, sebebas-bebasnya, ada ‘sangkar’ yang menampung itu semua.

Kanina, dalam hal ini menyuguhkan kemungkinan apa yang akan dihadapi, tanpa mengeja kita sebagai pendengar untuk hidup atas jawaban pasti. Coba dengar dengan seksama lagu “What Started The Vortex”, ia mencurahkan habis tentang ketiga atribut sebelumnya, yang dirangkum dalam satu pengertian: bahwa hidup tak pernah benar-benar membawa kita pada satu keyakinan, karena masih banyak yang mesti dikhawatirkan, baik ataupun buruk.

***

Dalam empat babak, meretas isi pikiran Kanina melalui albumnya. Kita tak pernah tahu apa, siapa, kapan, dimana, kenapa dan bagaimana sesuatu akan terjadi di masa yang akan datang. Karena itu, ia menawarkan “Odds”, menghadirkan pengalamannya untuk siapapun. Hadirnya Ode to All Odds adalah situs apresiasi untuk mewujudkan pembacaan baru. Jika musik, lirik dan gagasan yang diusungnya terasa rumit, disitulah peran Kanina sebagai pembawa naskah berhasil menancapkan obat bius bagi pendengar album ini.