Ginan

Ginan

Bandung tak pernah lari dari keramaian, tiap sudut di kota ini memiliki suar yang selalu terjaga. Dari pagi hingga bertemu fajar kembali, semua aktivitas riuh oleh penduduk yang memiliki agenda untuk meramaikan kota. Mulai pagi orang-orang berangkat kerja, siang hingga petang kedai diisi oleh pembeli, lalu lalang kendaraan yang tak berhenti, hingga malam mengambil alih kesadaran kota.

Kota ini memiliki seribu cara untuk bersenang-senang, kehadiran berbagai komunitas yang rajin mengaktivasi kota ini agar terus menyenangkan selalu ada. Sepak bola, musik, atau apapun yang ada di pikiran kalian hamper dipastikan berada disini. Kita bias memilih cara untuk mengisi waktu dan minat kita pada ruang apapun, sediakan keberanianmu, disini tersedia tempatnya.

Tetapi tak jarang, pergesekan antar individu atau kelompok kerap terjadi, dari hal konyol sampai konflik besar. Sama seperti konflik-konflik di kota lain, perbedaan pendapat, perbedaan kelas sosial, perbedaan komunitas tempat bernaung menjadi dasar dari percikan yang disulut.

***

Dari singkat cerita tentang gemerlapnya kota Bandung, tanah ini pernah melahirkan sosok luar biasa, Derajat Ginan Koesmayadi. Seorang pelopor, sosok garis depan sebuah band punk, pecinta sepak bola, pendiri rumah berlindung bagi pengidap HIV dan AIDS dan begitu banyak lagi yang ia lakukan.

Sosok yang akrab disapa Ginan, menggema namanya setelah ia dan kawan-kawan di Rumah Cemara –tempat berlindung dan rehabilitasi bagi pengidap HIV & AIDS di Bandung- berhasil membawa komunitas tersebut menjadi salah satu ruang aman bagi mereka. Tak cukup sampai di situ, berbagai fasilitas dan prestasi telah mereka genggam, dengan segala keterbatasan dan kerja keras. Bayangkan, perhelatan dunia yaitu Homeless World Cup sudahmereka cicipi dan membuahkan prestasi. Usaha Ginan membuahkan hasil. Ini baru awal cerita.

Ginan, yang diaangkat menjadi vokalis Jeruji menggantikanThemfuck pun tak main-main, karakter kuat yang telah dibangun Themfuck sebagai salah satu pendiri band punk papan atas Bandung, dapat Ginan ambil alih dengan cara dan tanggungjawabnya sendiri. Ginan tak merasa dapat menggantikan Themfuck, pengakuannya pada wawancaranya di salah satu media. Tetapi ia mengembangkan Jeruji menuju tingkat selanjutnya, tour Eropa, lirik-lirik yang semakin progresif, itu semua hasilnya. Cerita kedua tentang Ginan. Sebagai seorang yang mendapat musibah mengidap HIV & AIDS, Ginan tak berhenti menjadi seseorang yang patah arah. Walau hidupnya sudah divonis angka oleh dokter, tetapi hal itu yang menjadi penyemangat Ginan untuk terus berjuang melawan sakit yang mematikan. Bayangkan, hidup manusia dihitung oleh manusia kembali, walau terasa melebihi Tuhan,  tetapi hitungan medis sudah tercatat sesuai aturan. Dan Ginan menerima semua resiko itu dengan semua perangai dan aktivitasnya. Tiga cerita mengiringi personal seorang Ginan.

***

“Karena kacamata yang digunakan untuk melihat informasi, itulah yang menjadi masalah. Setiap orang punya fiels of experience yang berbeda-beda. Namun, dalam melihat informasi, hati harus terbuka. Open mind, open heart, ya baru masuk. Kan penyakit agama yang paling jelas juga hatinya kalau sudah tertutup, tidak akan ada informasi yang masuk. Sama kalau melihat HIV dan narkoba dengan hati yang tertutup, udahlah, mereka mah, sampah.”

Tutur Ginan dalam satu acara yang ia didaulat untuk berbicara dalam kampanye HIV & AIDS dengan mengusung slogan “Indonesia Tanpa Stigma”-nya. “Respect, respect, respect!” ucapan yang paling sering ia sematkan. Tidak hanya di mulut, ia betul-betul mempraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Silahkan anda Tanya kepada semua orang yang mengenal beliau, pasti menyimpan Ginan pada posisi atas sebagai seorang yang berjiwa mulia.

Ginan dengan gayanya yang eksentrik dan selalu riang, tak pernah menunjukan bahwa ia mengidap penyakit mematikan. Bahkan sebaliknya, apa yang telah ia berikan kepada berbagai orang dan komunitas melebihi besarnya penyakit yang diidap, kota Bandung menjadi saksinya.

Dalam sebuah wawancara bersama media Asumsi, Herry Suterna mengatakan bahwa Ginanadalah orang yang mengajarkan betapa penting arti pertemanan dan solidaritas, arti yang sebenar-benarnya manusia lakukan. Benar atau salah urusan belakang, ia tahu dimana ia harus segera turun untuk mengulurkan tangan kepada siapa saja yang harus ia bantu, dalam bentuk apapun. Tak terbayang bagaimana ia bias menahan sakit selama bertahun-tahun, penyakit yang sampai hari ini masih belum ditemukan penghilangnya. Betapa arti dari solidaritas adalah salah satu obat yang berkontribusi ginan untuk menyambung hidupnya lebih lama dari vonis yang sudah ditetapkan dokter. “Ini jalanku, jalan hidupku, Stay true!” potongan lirik dari lagu Jeruji yang ditulis oleh Ginan adalah representasinya. Syair W.S Rendra dalam lagu Kantata Takwa, “Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata” diadopsi semasa hidupnya. Perjuangan Ginan bukan hanya tulisan di buku catatan atau coretan dinding saja, tetapi melaksanakannya, sebaik-baiknya, dengan sangat hormat.

***

Banyak  yang  mengenalnya di berbagai aktivitas dan komunitas, peranan Ginan yang tak memandang siapapun untuk menjadi kenalannya yaitu berkat sikap lintas perkawanan yang selama masa tinggalnya dilakukan. Tak perlu saya sebutkan satu-satu, terlalu banyak orang yang merasakan langsung kebaikannya.

Pertemuan terakhir saya bersama Ginan berlangsung di sebuah acara musik, bertempat di salah satu ruang yang biasa digunakan untuk pentas musik di Bandung. Kala itu acara tersebut diinisiasi langsung oleh Rumah Cemara, dalam rangka hajatan mereka. Acara sudah hampi rusai, saya putar balik siap-siap keluar dari acara untuk pulang. Tepat di gerbang gedung, Ginan baru saja datang, kami berpapasan. Saya menyapa terlebih dahulu, Ginan membalas dengan senyum khasnya dan mengucap hati-hati untuk pulang. Terasa biasa saja untuk interaksi sesame kawan, tetapi berbeda dengan Ginan. Penyampaian yang ramah dan hangat, melebihi kesan sapaan kawan biasa. Dan ternyata itu pertemuan terakhir saya bersama Ginan.

Hari Jumat, 21Juni 2018, ternyata menjadi hari terakhir Ginan menapakkan kaki di dunia, Ginan menghembuskan nafas terakhirnya hari itu. Semua tertegun, tak percaya hal ini terjadi begitu cepat.Hari itu Bandung tak seperti biasanya, gemerlap kota yang ramai mendadak hanyut dalam balutan pilu. Kota ini ditinggalkan seorang sosok istimewa yang pernahmenyinari Bandung melebihi cahaya malam setiap harinya.

Ginan adalah satu dari ribuansosok yang tak bias tergantikan, tokoh yang akan selalu diperlukan, di semuahal, bahkan hal terkecil sekali pun. Aksi dan solidaritasnya yang luar biasa begitu sulit untuk ditemui pada diri orang lain.

Ia tak meninggalkan dunia dengan sia-sia, warisanya yang begitu banyak sudah pasti akan berputar terus menerus. Saya berani bersaksi, juga kawan-kawan yang lain pasti berpikir hal yang sama tentang ini semua.

Ginan sosok yang baik, dan sudah melampaui mimpi. Mimpinya sendiri, dan mimpi semua kalangan.

“Di titik terendah, seseorang tak punya pilihan lain, kecuali berjuang untuk menanjak ke atas. Memperbaiki hidupnya sendiri.”

Kami sono, Kang.